A Letter For My Frenemy


.

---

 "Rene, ada yang pengen ketemu lo, tuh, diluar," panggil Sonya seraya masuk kedalam Ruang 14. Jam pulang sekolah sudah lama lewat, tapi kebanyakan murid-murid kelas IX, masih berkeliaran di lantai 1. Lagi-lagi, ada tugas kelompok. Masing-masing kelompok langsung mem-booking kelas yang menurut mereka paling 'sreg', buat dijadikan tempat bekerja, berpikir, menggila dan selonjoran sekaligus. Irene, Sonya dan dua cewek lain berkumpul di Ruang 14 untuk tugas ini.

 "Hah?" Irene meletakkan pensil dan kertas yang sedang dipegangnya dan berdiri. "Siapa?" Sonya mengangkat bahu. "Anak ingusan dari kelas 8," katanya dengan keangkuhan seorang anak kelas 9. Irene menemui seorang cowok pendek dengan potongan rambut aneh didepan pintu. Ia mendengus. "Ada apa?"

 "Titipan, nih. Buat lo," cowok itu menyodorkan sebuah kotak pink muda dengan pita merah berbentuk hati diatasnya. Irene tertegun. Hari ulang tahunnya? Bukan. Hari Valentine? Juga bukan. Nih cowok siapa aja gue nggak tau, Irene menggerutu dalam hati. Irene menerima kotak itu dengan heran.

 "Tunggu," tahan Irene, melihat cowok itu melangkahkan kaki untuk pergi dengan seenaknya. Tangannya dimasukkan kedalam saku celana, basi!! "Ini titipan dari siapa?"

 "Salah satu rombongan mafia kelas 9 yang nongkrong di lapangan basket," sahut anak itu dengan kurang ajar. Matanya menatap Irene dengan tatapan sangar, seolah bisa meluncurkan sengatan laser kapan saja. Kudaaaa, nih anak cari ribut atau apa sih?! Irene menginjak-nginjak kepala anak itu dalam bayangannya. Pinginnya sih Irene langsung menampar bocah ini. Tapi ia hanya mengangguk. "Okelah," katanya sambil menutup pintu. "Thanks!"

 ---

 "Alaa, paling itu cuman bocah yang ngefans sama lo, yang pura-pura kalo tuh hadiah dari anak kelas 9. Padahal itu hadiah dari dia, kali," celetuk Chelsea blak-blakan, sementara Sonya dan Kesha mengangguk setuju. Dengan gaya cuek, Irene mengangkat tutup kotak pink itu. Teman-temannya menunggu dengan penasaran. Kira-kira apa? Sekotak cokelat mahal? Bunga-bunga? Boneka teddy bear? Puisi cin--

 "Aaaaaaaaah!!!" teriakan Irene yang melengking tinggi, memekakan telinga, langsung menyadarkan ketiga temannya dari tebak-tebakan mereka. "Sonya!! Singkirin!!! Itu--itu--"

 Detik berikutnya Sonya langsung tau apa yang membuat sahabatnya ini ketakutan. Tiga kepala mungil berbulu putih halus keluar dari kotak itu. Salah satu dari mereka nyasar ke dekat kaki Irene, hidungnya yang kecil mengendus-ngendus Irene dengan penasaran.

 Kesha langsung menarik anak kucing itu dari kaki Irene, sementara Chelsea menekan-nekan tiga kucing yang lain supaya mereka tetap didalam kotak. Sonya langsung menutup kotak itu dan melemparnya jauh-jau

"Sonyaa--" rengek Irene sambil menarik napas, lututnya gemetaran dan mukanya pucat pasi. Sonya menggenggam tangan Irene yang dingin, masih bingung harus menahan tawa atau mengasihani temannya yang menderita ailurophobia (*phobia kucing) ekstrim ini.

 "Berarti tuh brondong nggak naksir ama lo, ya," kata Kesha dengan nada inosen yang membuat siapapun emosi. "J-jelas, itu bukan dari dia," kata Irene dengan terputus-putus. Rupanya ia masih belum waras juga. "Kira-kira dari siapa, dong?" tanya Chelsea heran. Sonya merengut sambil bertemu mata dengan Irene.

 "Masih perlu dipikir juga?" tanya Irene kesal. Mereka terdiam sebentar, lalu berkata dengan kompak, "Michael."

 ---

 Yep, Michael, teman sekelas Irene yang terkenal karena penyakit isengnya yang nggak sembuh-sembuh. Korbannya yang paling sering, nggak lain adalah Irene. Irene sudah membiasakan diri dengan kotak pensil atau buku yang hilang, permen karet atau lem di kursi, atau cairan aneh didalam botol minumnya. 

 Tapi harus diakui, surprise Michael yang barusan benar-benar membuatnya kapok.

 "Lo nggak bakal tahan sehariii aja nggak ngerecokin gue, ya, Mike," Irene melempar sebuah bola basket ke Michael, yang menangkapnya dengan gesit dan men-dribble-nya dengan tampang acuh tak acuh.

 "Yee, udah bagus, gue kasih kejutan pra-ultah," Michael nyengir sambil memain-mainkan bolanya lagi. "Kalau nggak salah, tiga hari lagi lo b'day, kan?" 

 Irene merengut, tapi dalam hati mulai takut juga. Ya ampuuun! Kalau sehari-hari aja keisengan Michael sudah membuat darahnya mendidih begini, gimana hari ulang tahunnya? Otaknya berputar cepat, memikirkan keisengan macam apa yang akan Michael berikan sebagai kado ulang tahunnya. 

"Alaa, udah lah Rene, lo mau pikir sekeras apa juga, gue pasti menang, kayak biasa," Michael tertawa melihat wajah Irene yang begitu kebingungan. "Ngomong-ngomong, tadi nyokap gue udah telpon Tante Martha, and Tante Martha bakalan dengan senang hati nerima gue jadi tamunya hari ini, loh."

Irene melongo. Dalam hati, ia mengutuk-ngutuk kenyataan bahwa orangtua Michael dan orangtuanya, bersahabat karib. Irene sudah terbiasa kalau tiba-tiba si badung itu ada di ruang tamunya, ikut bermain Guitar Hero dengan kakaknya. Tugas kelompok, empat anak kucing, terus sekarang si Michael kampret ini di rumah gue? Jesus, lo bener-bener suka nguji gue, ya, pikir Irene putus asa.

---

 "Aduuh, Tante, sumpah deh, brownies-nya enak banget," Michael memuji-muji sambil menggigit brownies-nya yang keempat. "Hmmm, masih hangat, lagi! Irene benar-benar beruntung, bisa punya mama kayak Tante!" 

Irene menggigit brownies-nya sambil merengut. Setengah jam sudah ia duduk di meja makan, mendengar celoteh Michael yang tak ada habisnya. Ruang tamu Tante rapih banget. Bunga-bunga di halaman depan bagus-bagus. Arnold benar-benar anjing yang pintar, Tante pasti melatihnya baik-baik... Hhh!! Apalagi, Tante Martha juga agaknya gampang terayu dengan pujian si kupret ini. "Irene, mama nggak pernah salah, ya, pilih sekolah buat kamu," katanya sambil meletakkan gelas milkshake di meja. "Teman-teman kamu semuanya sopan-sopan, baik-baik!"

 "Makasiih Tante," Michael memberi angel-face-nya yang sukses mengiris-ngiris hati Irene. Irene meneguk milkshake-nya dua kali, lalu langsung meninggalkan kamar makan. 

 ---

 "Mau lo tuh apa sih?!" tukas Irene keesokan harinya, di sekolah. Satu kalimat itu berhasil membuat anak-anak sekelas berhenti melipat pesawat kertas, menulis contekan di tangan dan dasi, dan mengobrol. Anak-anak kelas 9 memang lebih beruntung dari anak-anak kelas lain, karena bisa menikmati tayangan live action comedy begini di kelas mereka, yang hampir berlangsung setiap hari.

 "Lo tuh belum puas, isengin gue tiap hari, bikin gue kesel, terus sekarang lo menjilat ke nyokap gue," Irene meledak-ledak, tak sadar akan tatapan selusin pasang mata yang tertuju padanya. Michael memutar-mutar rubiksnya dengan tanpa dosa, sambil pura-pura bersorak kecil ketika sisi kuning-nya sudah tersusun sempurna. Bisa juga bocah kupret kayak dia main kotak-kotak aneh begituan, pikir Irene yang berotak kosong kalau soal permainan-permainan begitu. Irene memukulkan tangannya ke meja Michael. "Mike!! Ini terakhir kalinya gue ulangin, stay out of my life. Forever. I mean it!!"

 ---

 Keesokan harinya, tanggal 12 April. Ulang tahun Irene...

 "Hwaaa.. Sonya, Chelsea, Keshaaa.. makasih banyak ya," Irene memeluk ketiga temannya sambil menerima hadiah dari mereka, yaitu boneka Hush Puppies super besar yang sudah lama diincar-incarnya. Boneka yang ukurannya lebih besar dari Irene sendiri--yang sudah pasti tak murah harganya.

 "Ciee, dapet iPhone ya," kata salah seorang cowok iseng-iseng mengintip kedalam tas baru Irene, menemukan hadiah iPhone yang diberi orangtua Irene.. "Happy birthday ya Rene."

 "Eh.. iya..." Irene tertegun menyalami cowok itu. Tadinya, ia pikir, itu Michael, yang sudah siap dengan pecahan telur atau siraman air atau cipratan tepung. Atau mungkin, alat penyetrum di tangannya. Tapi ternyata bukan.

 "Ada apa Rene?" goda Kesha. "Salah orang ya?"

Irene langsung melepaskan tangan cowok itu dan merengut. Ia pun duduk ke kursinya, diam-diam berharap salah satu pakunya dicopot, atau ada cairan lengket yang membasahi roknya, atau mungkin, sekotak cicak di laci mejanya. 

 Nol.

 Di siang hari, di kantin, Irene mengeluarkan tas makanannya. Mungkin, Michael mengulangi trik-nya tahun kemarin, yaitu pura-pura lupa ulang tahun Irene sampai saat makan siang, dimana seekor katak hijau sudah menunggu dalam tas makanannya. 

 Meskipun ia tau, Michael bukan tipe yang suka mengulang muslihat yang sama.

 Nol.

 "Eh, si nyolot nggak masuk ya hari ini?" Irene memberanikan diri untuk bertanya pada teman-temannya. "Hah? Tumben, lo tanyain dia," Sonya tertawa. "Iya, tuh, dari tadi nggak kelihatan dia. Lagi siapin surprise party buat lo, kali?

Irene memukul Sonya dengan main-main. Tapi, ia benar-benar tak bisa tertawa. Hatinya bertanya-tanya, kemana perginya Michael yang nakal, iseng, bawel, dan cuek. Michael yang bisa membuat dia tertawa, Michael yang mewarnai hari-harinya di sekolah...

 Sebuah mobil hitam berhenti didepan gedung sekolah. Irene, yang sedang duduk di kantin, bisa melihatnya dengan jelas. Sebuah perasaan aneh mencekamnya dari dalam. Firasat buruk. Ada apa ini?

 "Oi! Rene!! Itu kan Michael!!" Chelsea menepuk punggung Irene kencang-kencang sampai Irene tersedak burger-nya. Benar, yang turun dari mobil itu adalah Michael. Ia tak mengenakan seragam. Matanya merah, dan tampangnya acak-acakan, dengan kaus longgar dan celana lusuh. Tapi, bibirnya memaksakan senyum, dan ia datang dengan sebuah kotak kecil di tangannya.

 "Mike?" panggil Irene, berdiri. Michael tersenyum sambil menyodorkan kotak itu pada Irene, sekaligus menyalaminya. "Happy birthday, ya, Rene," katanya, dan Irene mengangguk penuh terima kasih. Ia masih heran.

 "Happy birthday cuy.. Semoga nilai-nilai lo makin bagus, semoga bisa mencapai semua impian lo, semoga bisa makin deket sama keluarga and temen-temen lo... Wish you all the best deh," katanya mengacungkan jempol. Irene semakin bingung, tapi toh ia tersenyum. "Apa sih lo, Mike, ngomong udah kayak mau pergi jauh aja," katanya terharu. "Tapi, makasih banyak... Ini apa?" Ia menunjuk ke kotak yang baru disodorkan Michael.

 "Emm, dibukanya nanti aja, gue mau buru-buru," ia tersenyum. "Ada urusan penting di ruang guru. Tuh, bokap gue dateng. Duluan, ya, Irene, Sonya, Kesha, Chel..."

 "Iya..." mereka berkata serempak, tak mampu menyembunyikan tatapan penuh kebingungan dan keheranan. 

 Michael tak pernah menangis. Ia selalu membanggakan diri sebagai cowok tangguh, yang tak pernah menangis sebesar apapun masalahnya. Michael pernah kehilangan laptop-nya yang supermahal di sekolah. Ia pernah terancam di-drop out dari sekolah. Tapi di saat-saat itu pun, ia masih bisa memberikan cengiran konyolnya.

 Jadi apa yang menyebabkan ia begitu murung dan acak-acakan?

 Dan yang lebih penting, mengapa ia begitu baik pada Irene?

 Masih heran, Irene langsung duduk, sambil membuka kotak itu.

 Bukan, bukan anak kucing lagi. Bukan katak berlendir, atau tikus mati, atau jack in the box yang menakutkan.

 Hanya secarik kertas. Putih, bersih, sederhana..

 It's a letter.

 Irene terpaku, matanya menerawang satu per satu untaian kalimat yang ditulis Michael. Entah kenapa, tulisan itu benar-benar rapih. Seolah, ditulis dengan sepenuh hati.

 ---

 Dear Irene,

Happy birthday, ya. Birthday wish lo, gue kabulin. Gue nggak isengin lo lagi. No more kodok dalem kotak makan, no more lem di kursi, no more cicak atau kecoa palsu di meja, no more siraman telur atau tepung lagi... :)

Gue cuma pengen minta maaf, kalau selama ini, gue selalu gangguin lo. Ya, gue emang brengsek, gue emang bodoh, gue emang caper, semua yang pernah lo bilang ke gue, itu bener. Dan mungkin, gue emang pengecut, karena cuman berani ngomong lewat surat aja...

Rene, ada banyak hal yang lo nggak tau tentang gue. Rene, dari dulu, nyokap gue sakit-sakitan. Dia sakit parah, dan jujur, keluarga gue nggak cukup uang buat biayain dia. Berkali-kali dokter bilang, mama harus operasi. Tapi kita nggak sanggup. Jadi, kalau selama ini gue sering nongkrong di rumah lo karena mama gue terlalu sakit buat urusin gue, maaf ya. Maaf juga, kalau gue sering caper ke mama lo. Rene, dari dulu, mama gue cuman bisa diam di kamar. Dia jarang punya waktu buat gue. And saat gue liat mama lo, gue baru bisa ngerasain, yang namanya perhatian n kasih sayang dari seorang mama. Jadi, maaf ya, kalo kehadiran gue sielalu bikin lo terganggu.

Satu-satunya alasan gue selalu isengin lo, karena itu satu-satunya cara kita bisa deket. Coz you're a really great person, Rene. Cakep, bae, pinter, lucu... Maaf ya Rene, gue tau cara gue salah. & gue tau, lo nggak mungkin bisa suka ama gue. Gue janji, gue akan buang jauh-jauh perasaan gue buat lo, kok ^^

Hal paling penting yang perlu lo tau Rene. Kemarin, nyokap gue meninggal. Sesuai kemauan nyokap, upacara penguburannya bakal berlangsung di Jerman sono, karena nyokap gue emang keturunan Jerman (kaget ga lo? Ga heran kaaan gue ganteng.. wakaka) Dan setelah ini, keluarga gue udah putusin, buat netap disana selamanya, karena di sana, banyak saudara yang bisa bantu keadaan kita.

Gue bakal kangen banget sama lo, Rene. Kangeeen banget. Gue harap lo nggak akan pernah lupa sama gue, kayak gue yang nggak mungkin bisa lupa sama lo :)

See you, Rene. Makasih buat hari-hari menyenangkan selama gue di sekolah ^^ Gbu (alim kan gue? Wakakakak)

 

PS : mike_sorcerer16@yahoo.com --> jgn lupa add yoo. Masih mau jadi temen gue kan? Hahaha

Big, big hug

your frenemy

Michael W

---

"Michael.." Irene melipat kembali surat itu, yang sudah basah oleh air matanya. Dilihatnya Michael keluar dari ruang guru bersama ayahnya, dengan buku-buku dan barang-barang lain di tangannya. Kelihatannya memang benar-benar seperti akan meninggalkan sekolah untuk selama-lamanya. Kaki Irene serasa kaku, saat Michael meninggalkan sekolah dan memasuki mobil.

Mobil berderum dengan kencang. Irene langsung berlari kearah mobil yang hendak jalan itu, meninggalkan ketiga temannya yang masih berpandang-pandangan. Tepat saat jendela mobil belakang terbuka. Michael tersenyum memandangnya.

"Mike--gue--" Irene kehabisan kata-kata, ia hanya menunduk dan menangis. Tangannya yang sekarang basah, meremas-remas jaketnya tanpa tau harus berkata apa lagi. Air matanya membasahi jalan, bersama dengan hujan yang mulai turun.

"Jangan cengeng dong Rene, bikin malu," Michael merapikan rambut Irene yang berantakan dan menyibakkannya kebalik telinga Irene. "Gue janji, bakalan online 24 jam, kok! Hehe... udah dulu, ya. Udah mau ketinggalan pesawat, nih."

Mobil itu meluncur cepat di jalan. Irene tersenyum. Semangat dan senyuman Michael tadi... Ia pasti bisa melewati semuanya. Tapi ia yakin, ia akan sangat, sangat, sangaatt merindukan Michael...

---

The end.

---


Note buat Michael (*close friend of mine :p), pinjem nama, ya. Susah, nyari nama cowok Indo yang nggak sekonyol Supratman atau Budi :p

Thanks for reading:D